Pencarian

Sabtu, 24 Januari 2015

KEBIJAKAN POLITIK DALAM NEGERI MASA PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE DAN LEPASNYA TIMOR-TIMUR



TEMA        : KEBIJAKAN POLITIK DALAM NEGERI MASA PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE DAN LEPASNYA TIMOR-TIMUR NAMA       : GALIH YOGA WAHYU KUNCORO
NIM           : 130731615690
Universitas: Universitas Negeri Malang

Naiknya Habibie menjadi Presiden RI ke-3
            Habibie lahir di Pare-Pare pada 26 Juni 1936 dari ayah asal Gorontalo. Sang Ayah, Alwi Abdul Djalil berasal dari marga Habibie, Gorontalo, Sulawesi Utara. Habibie bersekolah di Institut Teknologi Bandung, selama 6 bulan dan kemudian pindah ke Jerman.
            Kemunculan Habibie sebagai presiden RI ke-3 pada dasarnya tidaklah bisa dikatakan istimewa. Habibie naik ke kursi kepresidenan bukan dari hasil perjuangannya sendiri. Sebagai wakil presiden Soeharto sejak Maret 1998, ketika presiden Soeharto mengundurkan diri otomatis Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto. Habibie dilantik menjadi presiden pada 21 Mei 1998 ketika ia disumpah oleh ketua Mahkamah Agung.
            Ketika dilantik, keadaan  di Indonesia sedang terjadi kericuhan. Banyak massa sedang berdemo dan berhasil menduduki gedung MPR. Sebelum itu terjadi Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 dimana 6 mahasiswa ditembak oleh tentara. Bahkan sebelum itu banyak terjadi kericuhan lainnya.
            Tuntutan mahasiswa tentang reformasi dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada 1998. Harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan yang sangat tajam. Pada saat itu, pemerintah Soeharto merencanakan kenaikan BBM.
            “dalam keadaan situasi yang kian memanas itu oleh kesulitan-kesulitan ekonomi, pemerintah justru merencanakan kenaikan harga BBM. Ini bukan saja telah menyulut perdebatan sengit di DPR, memberikan juga alasan bagi rakyat di wilayah ... untuk turun ke jalan-jalan.”(Fachri Ali. 2013:22-23)
            Dalam menghadapi tuntukan reformasi mahasiswa dan golongan intelektual lainnya, presiden Soeharto memberikan janji melalui Menteri Dalam Negeri R. Hartono bahwa akan terjadi reformasi namun bukan pada tahun 1998 melainkan tahun 2003 pada akhir masa kerja kabinet Pembangunan VII yang baru dibentuk (1998-2003).
            Namun janji ini memunculkan kekecewaan di kalangan mahasiswa dan intelektual lainnya. Meskipun ucapan R. Hartono diralat oleh Menteri Penerangan Prof. Ali Alwi Dahlan. Sehingga kekecewaan itu ditumpahkan lewat turun ke jalan-jalan.
          Krisis total politik, ekonomi, sosial-budaya, dan mental ini mendorong keberanian para tokoh masyarakat mengumumkan tidak berlakunya lagi pemerintahan kabinet VII Presiden Soeharto.
            “Amien Rais, tokoh reformasi paling terkemuka saat itu, mengumumkan kemunculan Majelis Amanat Rakyat (MARA) yang siap memimpin bangsa secara kolektif. Dengan kejadian ini, kredibilitas pemerintah manjadi semkain hancur dan tak ada tanda-tanda kekuatan untuk sembuh kembali.” (Fachry Ali. 2013:25)
            Ini yang menyabkan munculnya mosi tidak percaya terhadap Presiden Soeharto. Akan tetapi, munculnya “mosi ketidak percayaan” terhadap Presiden Soeharto masih bisa diulur. Sesuai dengan Jackson dalam Fachry Ali (2013:25-26)
            “Kejatuhan para penguasa Asia Timur dan Tenggara sebagai akibat dari krisis finansial baru-baru ini, masyarakat sesungguhnya masih bisa memberikan toleransi terhadap sistem kronisme dan kekeluargaan sepanjang pemerintah-pemerintah itu masih mampu delivered the economic goods.”
            Namun pemerintah gagal mengembalikan perekonomian, sehingga kekuasaan negara menjadi kehilangan legitimasi politik dan ekonomi sekaligus. Maka inilah perspektif yang mendorong naiknya Habibie ke kursi kepresidenan, bahwa sesungguhnya tidak sepenuhnya berasal dari masalah didalam negeri tetapi juga terkait dengan kejatuhan ekonomi regional tingkat Asia Tenggara.

Kebijakan Politik Habibie Selama Masa Pemerintahannya Sebagai Presiden ke-3 RI.
a.       Pembebasan Tahanan Politik.
            Secara umum, tindakan pembebasan ini meningkatkan legitimasi Habibie baik dari dalam maupun dari Luar Negeri. Ini terkait dengan tuduhan bahwa bangsa Indonesia tidak memberi keterbukaan dalam kebebasan individu. Sehingga para tahanan politik diberi amnesti (pengampunan) dan abolisisi (penghapusan pidana).
b.    Naiknya Habibie ke kursi presiden membuat Indonesia sedikit berubah pada bidang demokrasi. Orde Baru yang cenderung otoriter oleh Habibie dirubah menjadi demokratis terutama terkait dengan kebebasan pers. Oleh karena itu, Habibie menarik kembali pencabutan SIUPP mass media.
            Kebebasan pers ini terkait dengan pemikiran Habibie bahwa sebuah pemerintahan harus mengakui bahwa ada kerusakan didalam tubuh bangsa. Pemikiran ini berdasar kepada Accumulated Damaged Tolerance Theory yang ada dalam dunia penerbangan. Sesuai dengan Teori Toleransi Akumulasi Kerusakan maka Habibie membuat ruang toleransi kerusakan negara dan bangsa. Karena menurut Habibie selama 53 tahun para pemimpin Indonesia tidak memberikan toleransi ini.  
            “Saya membuat asumsi bahwa dalam 53 tahun masa kemerdekaan Indonesia telah terjadi akumulasi kerusakan dalam bidang demokrasi, ekonomi, kebijaksanan-kebijaksanaan umum, dan lain sebagainya.” (Fachry Ali. 2013: 204)
c.       Pembentukan Partai Politik dan Percepatan Pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999
            Presiden Habibie mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR. Hal ini dilakukan karena partai politik di Indonesia hanya terdiri dari tiga Parpol. Ada 40 kontestan  dari 150 parpol yang terdaftar, meskipun pada akhirnya parlemen dan MPR yang memperpendek masa kepresidenan Habibie.
d.      Mengakhiri kekuasaan negara yang terpusat.
            Habibie mengeluarkan UU Otonomi yang radikal (UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999). Orde Baru yang pembangunannya bersifat sentralisasi di Pulau Jawa dialihkan menuju Otonomi Daerah, dimana setiap daerah berhak mengembangkan daerahnya masing-masing sehingga tercapai keadilan sosial bagi masyarakat di Indonesia.

Kasus Timor-Timur
            Timor Timur masuk ke dalam bagian NKRI sesuai dengan UU No. 7 Tahun 1976 pada tanggal 17 Juli 1976. Sesuai dengan Merdeka.com.(Online).(http://www.merdeka.com/peristiwa/benarkah-lepasnya-timor-timur-karena-kesalahan-habibie.html) diakses pada 16 September 2014 pukul 22.45. Usulan mengenai referendum di Timor-timur disampaikan ketika Rapat Koordinasi Khusus Tingkat Menteri Bidang Politik dan Keamanan (Rakorpolkam) pada 25 Januari 1999. Rapat dilaksanakan untuk membahas surat yang dikirim PM Australia John Howard kepada Presiden RI tanggal 19 Desember 1998.
            PM John Howard mendesak dilakukan Jajak Pendapat di Timor Timur untuk jangka waktu tertentu. Habibie menyetujuinya karena apapun hasil referendum akan berdampak positif pada Pemerintah Republik Indonesia. Indonesia akan terbebas dari pembangunan nasional di wilayah Timor TImur jika hasil referendum ternyata banyak yang meminta untuk melepaskan diri dari Indonesia, dan Indonesia akan terlepas dari tekanan dunia internasional dan kritik dari negara lain.
            Januari 1999, Habibie menawarkan kepada Timor Timur sebuah Otonomi khusus di NKRI. Namun, ada beberapa kaum milisi yang melakukan perlawanan agar bisa membentuk negara sendiri yang merdeka. Akhirnya, Habibie memberikan dua pilihan yaitu bergabung atau merdeka. Dan meminta rakyat Timor Timur untuk memilih salah satu alternatif yang disediakan.
            Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk United Nations Assistance Mission in East Timor (UNAMET) pembentukan ini dilandasi dengan tujuan untuk mengawasi jejak pendapat rakyat Timor Timur. Sehingga jejak pendapat bisa dilakukan secara demokratis dengan diawasi oleh UNAMET.
            Pada 30 Agustus 1999, penduduk Timor Timur melakukan jejak pendapat. Terjadi pertentangan  antara kaum pro integrasi NKRI dengan kaum milisi yang menuntut kemerdekaan. Sehingga jejak pendapat ini menimbulkan kekacauan. Hal inilah yang membuat Habibie berani melepaskan Timor Timur dari NKRI, meskipun banyak yang tidak menyukai keputusannya ini terutama dari kalangan militer yang pada tahun 1975 melakukan operasi di Timor Timur.
            Hasil jejak pendapat adalah 78,5 menolak dan 21,5 menerima. Artinya lebih dari sepertiga rakyat Timor Timur memutuskan untuk mendirikan negara sendiri yang merdeka dari Indonesia.
            Dapat disimpulkan bahwa lepasnya Timor Timur dari Indonesia ini karena ketidaksesuaian antara UUD 1945 dengan masuknya Timor Timur di NKRI. Hal ini terkait dengan operasi militer tahun 1975. Serta lepasnya Timor Timur dari Indonesia terkiat dengan demokrasi yang dilakukan ketika jejak pendapat di laksanakan.
            Sidang Umum MPR digelar 1 Oktober 1999 membicarakan pemilihan presiden. Habibie diunggulkan karena mendapat suara riil dari Golkar. Akan tetapi dia ditolak oleh golongan mahasiswa. Kiprahnya selama 15 bulan dinilai gagal dan ditolaknya pertanggungjawaban Habibie di MPR menunjukkan tidak ada dukungan terhadapnya untuk melanjutkan sebagai calon presiden.
            Tampaknya, Habibie sendiri merasa harus “tahu diri” akan situasi yang berkembang saat itu.  Suatu tafsir yang menarik mengenai pengunduran Habibie itu adalah justru karena masyarakat merasa sayang kepadanya. Habibie adalah tokoh yang berjasa dalam bidang teknologi khususnya kedirgantaraan, yang telah memberikan kebebasan pers, melepaskan para terpidana politik. Oleh sebab itu, ia sebaiknya tidak terpuruk sebagai politisi atau negarawan. Biarlah ia mengakhiri kariernya sebagai teknokrat. (Taufik Abdullah. 2009:656)

            Bridget Welsh menyatakan bahwa dia berpikir Indonesia telah melakukan keputusan yang tepat saat itu. “saya pikir indonesia telah melakukan keputusan yang teapt saat itu. Saya pikir dalam melihat masalah Timor Timur saat itu lihatlah masa lampau, lihat sekarang dan lihatlah masa depan.” Danu Damarjati. Profesor Singapura : Keputusan Habibie lepas Timtim Tepat (Online),(http://news.detik.com/read/2012/11/28/133412/2103827/10/) diakses pada 18 September 2014 pukul 11.29


Faktor yang memengaruhi kebijakan politik
1.                  Sesuai dengan Sarbini Sunawinata (1998:51b-51c) faktor yang memengaruhi kebijakan politik Habibie adalah ekonomi :
a.       Kejatuhan kurs rupiah terhadap dolar, mengakibatkan perekonomian negara tersendat
b.      Suku bunga sangat tinggi. Akibat suku bunga tinggi banyak terjadi pengurangan tenaga kerja (PHK).
c.       Inflasi yang sangat tinggi mengakibatkan harga barang naik. Akibatnya kemampuan daya beli masyarakat berkurang.
d.      Upah buruh tidak mengalami kenaikan sehingga terjadi pengangguran.
2.                  Habibie merupakan seorang ahli teknologi kedirgantaraan. Sehingga kebijakannya dihadapakan dengan kesesuaian antara masalah sosial dengan masalah kedirgantaraan. Ideologinya merupakan Teknokrasi. Yakni hubungan antara sains dengan munculnya basis kekuatan politik seseorang. Sehingga dalam memecahkan masalah beliau melihatnya dari sudut pandang yang berbeda dengan politisi maupun negarawan.
3.                  Lepasnya Timor Timur terjadi karena beberapa faktor.
a.       Timor Timur bukan wilayah dari Indonesia. Timor Timur masuk ke Indonesia dikarenakan operasi militer pada tahun 1975-76. Pada dasarnya Timor Timur merupakan wilayah Portugis yang dibiarkan karena negara asing lebih mengamati Uni Soviet.
b.      Timor Timur jika tidak dilepaskan akan menjadi beban negara, dimana terdapat gerakan pemisahan diri yang harus dilawan dengan operasi militer. Dan bila bergabung akan menjadi beban pemerintah tentang pembangunan di Timor Timur.
c.       Jejak pendapat (30 Agustus 1999) yang dilakukan secara demokratis. Jejak pendapat ini diawasi oleh UNAMET secara langsung.
            Penutup
            Sekarang ini banyak tokoh politik lahir dari golongan rakyat biasa. Mereka bekerja dengan giat supaya bisa membangun bangsa ini menjadi lebih maju. Banyak diantara mereka mengagumi sosok dari presiden ke-3 B.J. Habibie. Mereka membangun negara berdasarkan azas IPTEk yang terus berkembang dari masa kemasa.
            Tak bisa dipungkiri bahwa B.J. Habibie merupakan tokoh yang berpengaruh untuk bangsa Indonesia. Meski beliau tidak lama memerintah namun dampak pemerintahannya masih terasa hingga sekarang, kebebasan yang dahulunya dikekang oleh rezim Orba kini hilang dengan adanya reformasi 1998.
            Kebijakan pertahanan sekarang juga mulai menggunakan produk dalam negeri, pesawat, panser sekarang telah menjadi barang yang bisa diproduksi. Sudah saatnya bangsa yang besar ini bangkit melalui IPTEK-nya yang mana banyak ahli Indonesia yang mampu berkarya lewat teknologi yang diimbangi oleh dukungan dari pemerintah sehingga memunculkan sebuah teknokrasi yang baru.

DAFTAR RUJUKAN

Danu Damarjati. Profesor Singapura : Keputusan Habibie lepas Timtim Tepat (Online),(http://news.detik.com/read/2012/11/28/133412/2103827/10/) diakses pada 18 September 2014 pukul 11.29

Fachry Ali. 2013. ESAI POLITIK TENTANG HABIBIE (Dari Teknokrasi ke Demokrasi). Jakarta : MIZAN

Hery H Winarno. 2013. Benarkah lepasnya Timor Timur karena kesalahan Habibie?.  (Online).(http://www.merdeka.com/peristiwa/benarkah-lepasnya-timor-timur-karena-kesalahan-habibie.html). Diakses pada 17 September 2014 pukul 23.48

Sarbini Sumawinata. 1998. REVOLUSI 1998 (PERJOANGAN KERAKYATAN). Jakarta: Yayasan Kerakyatan.

Taufik Abdullah. 2009. Indonesia Dalam Arus Sejarah Orde Baru dan Reformasi. Jakarta: Icthiar Baru van Hoeve

          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar