TEMA :
KEBIJAKAN POLITIK DALAM NEGERI MASA PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE DAN LEPASNYA TIMOR-TIMUR
NAMA : GALIH YOGA WAHYU KUNCORO
NIM :
130731615690
Universitas: Universitas Negeri Malang
Naiknya Habibie menjadi Presiden RI ke-3
Habibie lahir di Pare-Pare pada 26 Juni 1936 dari ayah
asal Gorontalo. Sang Ayah, Alwi Abdul Djalil berasal dari marga Habibie,
Gorontalo, Sulawesi Utara. Habibie bersekolah di Institut Teknologi Bandung,
selama 6 bulan dan kemudian pindah ke Jerman.
Kemunculan Habibie sebagai presiden
RI ke-3 pada dasarnya tidaklah bisa dikatakan istimewa. Habibie naik ke kursi
kepresidenan bukan dari hasil perjuangannya sendiri. Sebagai wakil presiden
Soeharto sejak Maret 1998, ketika presiden Soeharto mengundurkan diri otomatis
Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto. Habibie dilantik menjadi
presiden pada 21 Mei 1998 ketika ia disumpah oleh ketua Mahkamah Agung.
Ketika dilantik, keadaan di Indonesia sedang terjadi kericuhan. Banyak
massa sedang berdemo dan berhasil menduduki gedung MPR. Sebelum itu terjadi
Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 dimana 6 mahasiswa ditembak oleh tentara.
Bahkan sebelum itu banyak terjadi kericuhan lainnya.
Tuntutan mahasiswa tentang reformasi
dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada 1998. Harga
kebutuhan pokok mengalami kenaikan yang sangat tajam. Pada saat itu, pemerintah
Soeharto merencanakan kenaikan BBM.
“dalam keadaan situasi yang kian
memanas itu oleh kesulitan-kesulitan ekonomi, pemerintah justru merencanakan
kenaikan harga BBM. Ini bukan saja telah menyulut perdebatan sengit di DPR,
memberikan juga alasan bagi rakyat di wilayah ... untuk turun ke
jalan-jalan.”(Fachri Ali. 2013:22-23)
Dalam menghadapi tuntukan reformasi
mahasiswa dan golongan intelektual lainnya, presiden Soeharto memberikan janji
melalui Menteri Dalam Negeri R. Hartono bahwa akan terjadi reformasi namun
bukan pada tahun 1998 melainkan tahun 2003 pada akhir masa kerja kabinet
Pembangunan VII yang baru dibentuk (1998-2003).
Namun janji ini memunculkan
kekecewaan di kalangan mahasiswa dan intelektual lainnya. Meskipun ucapan R.
Hartono diralat oleh Menteri Penerangan Prof. Ali Alwi Dahlan. Sehingga
kekecewaan itu ditumpahkan lewat turun ke jalan-jalan.
Krisis total politik, ekonomi, sosial-budaya, dan mental ini mendorong
keberanian para tokoh masyarakat mengumumkan tidak berlakunya lagi pemerintahan
kabinet VII Presiden Soeharto.
“Amien Rais, tokoh reformasi paling
terkemuka saat itu, mengumumkan kemunculan Majelis Amanat Rakyat (MARA) yang
siap memimpin bangsa secara kolektif. Dengan kejadian ini, kredibilitas
pemerintah manjadi semkain hancur dan tak ada tanda-tanda kekuatan untuk sembuh
kembali.” (Fachry Ali. 2013:25)
Ini yang menyabkan munculnya mosi
tidak percaya terhadap Presiden Soeharto. Akan tetapi, munculnya “mosi ketidak
percayaan” terhadap Presiden Soeharto masih bisa diulur. Sesuai dengan Jackson
dalam Fachry Ali (2013:25-26)
“Kejatuhan para penguasa Asia Timur
dan Tenggara sebagai akibat dari krisis finansial baru-baru ini, masyarakat
sesungguhnya masih bisa memberikan toleransi terhadap sistem kronisme dan
kekeluargaan sepanjang pemerintah-pemerintah itu masih mampu delivered the economic goods.”
Namun pemerintah gagal mengembalikan
perekonomian, sehingga kekuasaan negara menjadi kehilangan legitimasi politik
dan ekonomi sekaligus. Maka inilah perspektif yang mendorong naiknya Habibie ke
kursi kepresidenan, bahwa sesungguhnya tidak sepenuhnya berasal dari masalah
didalam negeri tetapi juga terkait dengan kejatuhan ekonomi regional tingkat
Asia Tenggara.
Kebijakan Politik Habibie Selama Masa Pemerintahannya
Sebagai Presiden ke-3 RI.
a.
Pembebasan
Tahanan Politik.
Secara umum, tindakan pembebasan ini
meningkatkan legitimasi Habibie baik dari dalam maupun dari Luar Negeri. Ini
terkait dengan tuduhan bahwa bangsa Indonesia tidak memberi keterbukaan dalam kebebasan
individu. Sehingga para tahanan politik diberi amnesti (pengampunan) dan
abolisisi (penghapusan pidana).
b.
Naiknya
Habibie ke kursi presiden membuat Indonesia sedikit berubah pada bidang
demokrasi. Orde Baru yang cenderung otoriter oleh Habibie dirubah menjadi
demokratis terutama terkait dengan kebebasan pers. Oleh karena itu, Habibie
menarik kembali pencabutan SIUPP mass media.
Kebebasan pers ini terkait dengan
pemikiran Habibie bahwa sebuah pemerintahan harus mengakui bahwa ada kerusakan
didalam tubuh bangsa. Pemikiran ini berdasar kepada Accumulated Damaged Tolerance Theory yang ada dalam dunia
penerbangan. Sesuai dengan Teori Toleransi Akumulasi Kerusakan maka Habibie
membuat ruang toleransi kerusakan negara dan bangsa. Karena menurut Habibie
selama 53 tahun para pemimpin Indonesia tidak memberikan toleransi ini.
“Saya membuat asumsi bahwa dalam 53
tahun masa kemerdekaan Indonesia telah terjadi akumulasi kerusakan dalam bidang
demokrasi, ekonomi, kebijaksanan-kebijaksanaan umum, dan lain sebagainya.” (Fachry
Ali. 2013: 204)
c.
Pembentukan
Partai Politik dan Percepatan Pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999
Presiden Habibie mengeluarkan UU No.
2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No.
4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR. Hal ini dilakukan karena partai politik di
Indonesia hanya terdiri dari tiga Parpol. Ada 40 kontestan dari 150 parpol yang terdaftar, meskipun pada
akhirnya parlemen dan MPR yang memperpendek masa kepresidenan Habibie.
d.
Mengakhiri
kekuasaan negara yang terpusat.
Habibie mengeluarkan UU Otonomi yang
radikal (UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999). Orde Baru yang
pembangunannya bersifat sentralisasi di Pulau Jawa dialihkan menuju Otonomi
Daerah, dimana setiap daerah berhak mengembangkan daerahnya masing-masing
sehingga tercapai keadilan sosial bagi masyarakat di Indonesia.
Kasus Timor-Timur
Timor Timur masuk ke dalam bagian NKRI sesuai dengan UU
No. 7 Tahun 1976 pada tanggal 17 Juli 1976. Sesuai dengan Merdeka.com.(Online).(http://www.merdeka.com/peristiwa/benarkah-lepasnya-timor-timur-karena-kesalahan-habibie.html) diakses pada 16 September 2014 pukul
22.45. Usulan mengenai
referendum di Timor-timur disampaikan ketika Rapat Koordinasi Khusus Tingkat
Menteri Bidang Politik dan Keamanan (Rakorpolkam) pada 25 Januari 1999. Rapat
dilaksanakan untuk membahas surat yang dikirim PM Australia John Howard kepada
Presiden RI tanggal 19 Desember 1998.
PM John Howard mendesak dilakukan
Jajak Pendapat di Timor Timur untuk jangka waktu tertentu. Habibie
menyetujuinya karena apapun hasil referendum akan berdampak positif pada
Pemerintah Republik Indonesia. Indonesia akan terbebas dari pembangunan
nasional di wilayah Timor TImur jika hasil referendum ternyata banyak yang
meminta untuk melepaskan diri dari Indonesia, dan Indonesia akan terlepas dari
tekanan dunia internasional dan kritik dari negara lain.
Januari 1999, Habibie menawarkan
kepada Timor Timur sebuah Otonomi khusus di NKRI. Namun, ada beberapa kaum
milisi yang melakukan perlawanan agar bisa membentuk negara sendiri yang
merdeka. Akhirnya, Habibie memberikan dua pilihan yaitu bergabung atau merdeka.
Dan meminta rakyat Timor Timur untuk memilih salah satu alternatif yang
disediakan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
membentuk United Nations Assistance Mission in East Timor (UNAMET) pembentukan
ini dilandasi dengan tujuan untuk mengawasi jejak pendapat rakyat Timor Timur.
Sehingga jejak pendapat bisa dilakukan secara demokratis dengan diawasi oleh
UNAMET.
Pada 30 Agustus 1999, penduduk Timor
Timur melakukan jejak pendapat. Terjadi pertentangan antara kaum pro integrasi NKRI dengan kaum
milisi yang menuntut kemerdekaan. Sehingga jejak pendapat ini menimbulkan
kekacauan. Hal inilah yang membuat Habibie berani melepaskan Timor Timur dari
NKRI, meskipun banyak yang tidak menyukai keputusannya ini terutama dari
kalangan militer yang pada tahun 1975 melakukan operasi di Timor Timur.
Hasil jejak pendapat adalah 78,5
menolak dan 21,5 menerima. Artinya lebih dari sepertiga rakyat Timor Timur
memutuskan untuk mendirikan negara sendiri yang merdeka dari Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwa lepasnya
Timor Timur dari Indonesia ini karena ketidaksesuaian antara UUD 1945 dengan
masuknya Timor Timur di NKRI. Hal ini terkait dengan operasi militer tahun
1975. Serta lepasnya Timor Timur dari Indonesia terkiat dengan demokrasi yang
dilakukan ketika jejak pendapat di laksanakan.
Sidang Umum MPR digelar 1 Oktober 1999 membicarakan pemilihan presiden. Habibie diunggulkan karena mendapat suara riil dari Golkar. Akan tetapi dia ditolak oleh golongan mahasiswa. Kiprahnya selama 15 bulan dinilai gagal dan ditolaknya pertanggungjawaban Habibie di MPR menunjukkan tidak ada dukungan terhadapnya untuk melanjutkan sebagai calon presiden.
Sidang Umum MPR digelar 1 Oktober 1999 membicarakan pemilihan presiden. Habibie diunggulkan karena mendapat suara riil dari Golkar. Akan tetapi dia ditolak oleh golongan mahasiswa. Kiprahnya selama 15 bulan dinilai gagal dan ditolaknya pertanggungjawaban Habibie di MPR menunjukkan tidak ada dukungan terhadapnya untuk melanjutkan sebagai calon presiden.
Tampaknya, Habibie sendiri merasa
harus “tahu diri” akan situasi yang berkembang saat itu. Suatu tafsir yang menarik mengenai pengunduran
Habibie itu adalah justru karena masyarakat merasa sayang kepadanya. Habibie
adalah tokoh yang berjasa dalam bidang teknologi khususnya kedirgantaraan, yang
telah memberikan kebebasan pers, melepaskan para terpidana politik. Oleh sebab
itu, ia sebaiknya tidak terpuruk sebagai politisi atau negarawan. Biarlah ia
mengakhiri kariernya sebagai teknokrat. (Taufik Abdullah. 2009:656)
Bridget Welsh menyatakan bahwa dia berpikir Indonesia telah melakukan keputusan yang tepat saat itu. “saya pikir indonesia telah melakukan keputusan yang teapt saat itu. Saya pikir dalam melihat masalah Timor Timur saat itu lihatlah masa lampau, lihat sekarang dan lihatlah masa depan.” Danu Damarjati. Profesor Singapura : Keputusan Habibie lepas Timtim Tepat (Online),(http://news.detik.com/read/2012/11/28/133412/2103827/10/) diakses pada 18 September 2014 pukul 11.29
Faktor yang memengaruhi kebijakan politik
1.
Sesuai
dengan Sarbini Sunawinata (1998:51b-51c) faktor yang memengaruhi kebijakan
politik Habibie adalah ekonomi :
a.
Kejatuhan
kurs rupiah terhadap dolar, mengakibatkan perekonomian negara tersendat
b.
Suku
bunga sangat tinggi. Akibat suku bunga tinggi banyak terjadi pengurangan tenaga
kerja (PHK).
c.
Inflasi
yang sangat tinggi mengakibatkan harga barang naik. Akibatnya kemampuan daya
beli masyarakat berkurang.
d.
Upah
buruh tidak mengalami kenaikan sehingga terjadi pengangguran.
2.
Habibie
merupakan seorang ahli teknologi kedirgantaraan. Sehingga kebijakannya dihadapakan
dengan kesesuaian antara masalah sosial dengan masalah kedirgantaraan.
Ideologinya merupakan Teknokrasi. Yakni hubungan antara sains dengan munculnya
basis kekuatan politik seseorang. Sehingga dalam memecahkan masalah beliau
melihatnya dari sudut pandang yang berbeda dengan politisi maupun negarawan.
3.
Lepasnya
Timor Timur terjadi karena beberapa faktor.
a.
Timor
Timur bukan wilayah dari Indonesia. Timor Timur masuk ke Indonesia dikarenakan
operasi militer pada tahun 1975-76. Pada dasarnya Timor Timur merupakan wilayah
Portugis yang dibiarkan karena negara asing lebih mengamati Uni Soviet.
b.
Timor
Timur jika tidak dilepaskan akan menjadi beban negara, dimana terdapat gerakan
pemisahan diri yang harus dilawan dengan operasi militer. Dan bila bergabung
akan menjadi beban pemerintah tentang pembangunan di Timor Timur.
c.
Jejak
pendapat (30 Agustus 1999) yang dilakukan secara demokratis. Jejak pendapat ini
diawasi oleh UNAMET secara langsung.
Penutup
Sekarang ini banyak tokoh politik
lahir dari golongan rakyat biasa. Mereka bekerja dengan giat supaya bisa
membangun bangsa ini menjadi lebih maju. Banyak diantara mereka mengagumi sosok
dari presiden ke-3 B.J. Habibie. Mereka membangun negara berdasarkan azas IPTEk
yang terus berkembang dari masa kemasa.
Tak bisa dipungkiri bahwa B.J.
Habibie merupakan tokoh yang berpengaruh untuk bangsa Indonesia. Meski beliau
tidak lama memerintah namun dampak pemerintahannya masih terasa hingga
sekarang, kebebasan yang dahulunya dikekang oleh rezim Orba kini hilang dengan
adanya reformasi 1998.
Kebijakan pertahanan sekarang juga
mulai menggunakan produk dalam negeri, pesawat, panser sekarang telah menjadi
barang yang bisa diproduksi. Sudah saatnya bangsa yang besar ini bangkit
melalui IPTEK-nya yang mana banyak ahli Indonesia yang mampu berkarya lewat
teknologi yang diimbangi oleh dukungan dari pemerintah sehingga memunculkan
sebuah teknokrasi yang baru.
DAFTAR RUJUKAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar