PENYEBAB DISINTEGRASI ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH
Galih Yoga Wahyu Kuncoro
Universitas Negeri Malang
130731615690
Abstrak
Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad menjadi salah satu pusat
peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Baghdad menjadi pusat
intelektual dan pusat aktivitas pengembangan ilmu.
Sebagai pusat peradaban Islam, khalifah Bani Abbasiyah sudah cukup puas
dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi dengan pembayaran upeti.
Alasannya, pertama, mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk menundukkan
semua penguasa. Kedua, Bani Abbas lebih menitikberatkan pembinaan peradaban dan
kebudayaan daripada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih meneekankan pembinaan peradaban dan
kebudayaan Islam daripada persoalan politik itu, beberapa provinsi tertentu di
pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah. Sehingga
menimbulkan disintegrasi
Kata Kunci :
Abbasiyah. Disintegrasi, Pemisahan. Khalifah
Pendahuluan
Dinasti Abbasiyah di Baghdad yang didirikan oleh Abul Abbas Ash-Shaffah
merupakan salah satu dinasti terbesar pada masa Islam. Dinasti ini menggantikan
dinasti sebelumnya yaitu Bani Umayyah.
Peradaban Islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaannya pada masa
Abbasiyah. Hal ini dikarenakan oleh penekanan pembinaan peradaban dan
kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah.
Pada mulanya, ibu kota negara adalah Al-Hasyimiyah dekat Kuffah. Namun
untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu
Al-Manshur memindahkan ibu kota ke Baghdad.
Dunia islam yang menjadi satu kesatuan pada masa pemerintahan Khulafaur
Rasyidin dan pemerintahan Bani Umawiyah. Sejak jatuhnya pemerintahan Bani
Umawiyah mulailah terjadi keretakan dalam Dunia Islam. Sebagaian wilayah
memisahkan diri dari pemerintahan Bani Abbasiyah dan mereka menjadi laksana
sebuah negeri yang independen.
Pada masa pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah pada mulanya mencapai masa
keemasannya. Periode-periode setelahnya pemerintahan dinasti mulai turun.
Penulis akan membahas mengapa dinasti ini bisa turun sehingga muncul
disintegrasi dan wilayah-wilayah yang melepaskan diri dari kekuasaan Bani
Abbasiyah.
1. Disintegrasi
Bani Abbasiyah
Menurut Muhaimin
(2005:227), “fase disintegrasi adalah fase dimana pertentangan intern umat
Islam di kalangan pemerintahan, baik dimasa Bani Umayyah, maupun Abbasiyah,
muncul dalam bentuk pemisahan diri dari pemerintah pusat dan memproklamirkan
diri sebagai khalifah sendiri, di masa ini keutuhan umat Islam dalam bidang
politik mulai pecah, kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dapat
dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu pada tahun 1253.
Dalam periode pertama, sebenarnya banyak tantangan dan gangguan yang
dihadapi dinasti Bani Abbasiyah. Beberapa gerakan politik yang merongrong
pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana-mana, baik gerakan dari
kalangan intern Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Namun, semuanya dapat
diatasi dengan baik. Keberhasilan penguasa Abbasiyah mengatasi gejolak dalam
negeri ini memantapkan posisi dan kedudukan mereka sebagai pemimpin yang
tangguh. Kekuasaan betul-betul berada di tangan khalifah. Keadaan ini sangat
berbeda dengan periode sesudahnya. Setelah periode pertama berlalu para
khalifah sangat lemah. Mereka berada dibawah pengaruh kekuasaan yang lain
(Yatim Badri. 2004:61).
Pada masa periode kedua dinasti Abbasiyah, terjadi dominasi orang-orang
Turki.
”Dari tahun 247-334 H/861-945 M adalah masa dimana orang-orang militer
Turki memegang kendali atas khalifah yang lemah. Merekalah yang memilih
khalifah dan mereka pula yang memecatnya. Mereka membunuh para khalifah semau
mereka sendiri. Adalah al-Mu’tashim yang mendatangkan orang-orang Turki karena
tentara sudah berada di tangan mereka.” (Ahmad Al-‘Usairy. 2013:239).s
Pilihan Khalifah Al-Mu’tashim terhadap unsur Turki dalam ketentaraan
terutama dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan
Persia pada masa Al-Ma’mun dan sebelumnya. Bahkan, perebutan kekuasaan antara
Al-Amin dan Al-Ma’mun dilatarbelakangi oleh persaingan antara golongan Arab
yang mendukung Al-Amin dan golongan persia yang mendukung Al-Mu’min.
“Masuknya Turki dalam persaingan
antar bangsa dalam dinasti Abbasiyah menambah rumit situasi. Al-Mu’tashim dan
sesudahnya, Al-Watsiq, mampu mengendalikan mereka. Namun, khalifah
Al-Mutawakkil, yang merupakan awal kemunduran politik Bani Abbas, adalah orang
yang lemah. Pada masa pemerintahannya, orang-orang Turki apat merebut kekuasaan
dengan cepat. Setelah Al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan
mengangkat khalifah.” (Badri Yatim: 1993:62)
Sehingga otomatis kekuasaan Bani Abbasiyah hilang karena jatuh di tangan orang
Turki meskipun khalifahnya berasal dari Bani Abbas. Pada awalnya banyak perwira
Abbasiyah memberontak kepada Turki. Dari dua belas khalifah pada periode kedua
ini, hanya empat yang wafat secara wajar, selebihnya, kalau bukan dibunuh,
mereka diturunkan dari tahta dengan paksa. Wibawa khalifah merosot tajam.
Karena wibawa yang merosot tajam, dan lemahnya tentara Turki dengan
sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat, yang kemudia memerdekaan
diri dari kekuasaan pusat, mendirikan dinasti-dinasti kecil.
Menurut Watt (Badri Yatim. 2006: 64-65), sebenarnya keruntuhan kekuasaan
Bani Abbas mulai terlihat sejak awal abad kesembilan. Fenomena ini mungkin
bersamaan dengan datangnya pemimpin-peimpin yang memiliki kekuatan militer di
provinsi-provinsi tertentu yang membuat mereka benar-benar independen. Kekuatan
militer Abbasiyah waktu itu mulai mengalami kemunduran. Sebagai gantinya, para
penguasa Abbasiyah memperkejakan orang-orang profesionak di bidang kemiliteran,
khususnya tentara Turki dengan sistem perbudakan baru sesuai yang diutarakan di
atas. Pengangkatan anggota militer Turki ini, dalam perkembangan selanjutnya ternyata,
menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan khalifah. Apalagi periode pertama
pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa
gerakan syu’ubiyah (kebangsaan/anti
Arab). Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan
politik, disamping persoalan keagamaan. Tampaknya, para khalifah tidak sadar
akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan aliran keagamaan itu,
sehingga, meskipun dirasakan dalam hampir semua aspek kehidupan, seperti dalam
kesusastraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak sungguh-sungguh menghapus
fanatisme tersebut, bahkan ada diantara mereka yang justru melibatkan diri
dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.
Ketika konflik kebangsaan dan keagamaan memunculkan negeri-negeri
independen berdasarkan bangsa, Bani Abbasiyah berusaha untuk menumpasnya.
“Pada Pemerintahan Bani Abbasiyah telah berusaha untuk menumpas mereka pada
awalnya. Namun, kemudian membiarkannya. Jika kita teliti secara seksama, maka
akan kita dapatkan bahwa negeri-negeri yang memisahkan diri pada satu itu
hanyalah di kawasan sebelah Barat (Maghrib).” (Ahmad Al-‘Usairy. 2013:238)
Menurut Samsul Munir Amin (2009:153),“Kekuasaan dinasti dinasti ini tidak
pernah diakui oleh Islam di wilayah Spanyol dan Afrika Utara, kecuali Mesir.
Bahkan dalam kenyataannya, banyak wilayah tidak dikuasai khalifah. Secara riil,
daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur provinsi
bersangkutan. Hubungannya dengan khalifah ditandai dengan pembayaran upeti.”
Ada kemungkinan para khalifah Bani Abbasiyah sudah cukup puas dengan
pengakuan nominal dari provinsi-provinsi
tertentu, dengan pembayaran upeti. Alasannya, pertama, mungkin para
khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya. Kedua,
penguasa Bani Abbas lebih menitikberatkan pembinaan peradaban dan kebudayaan
daripada politik dan ekspansi.
Karena lebih menekankan pembinaan dan pengembangan kebudayaan, pada
akhirnya provinsi-provinsi tersebut melepaskan diri dari kekuasaan Bani
Abbasiyah yang sudah melemah setelah masa kepemimpinan khalifah Al-Mutawakkil.
Terlebih wibawa khalifah merosot dengan campur tangannya militer Turki dalam
pemilihan dan penggantian khalifah.
Dari beberapa latar belakang dinasti yang muncul akibat memisahkan diri
dari dinasti Abbasiyah, tampak jelas adanya persaingan antar bangsa terutama
antara Arab, Persia dan Turki. Disamping dilatarbelakangi oleh paham keagamaan,
ada yang berlatar belakang Syi’ah dan ada pula yang Sunni.
Penyebab lain disintegrasi
1. Pemberontakan
Zinj
Orang-orang Zinj merupak sekelompok budak asal Afrika. Menimbulkan rasa
takut dan ancaman terhadap pemerintahan Abbasiyah selama empat belas tahun.
Dipimpin seorang Persia bernama Ali bin Muhammad yang mengaku keturunan dari
Ali Zainul Abidin ibnul-Husen. Ia
membebaskan banyak budak dan membuat
kota bernama al-Mukhatarah.
Dalam beberapa kali peperangan dia berhasil mengalahkan pasukan Abbasiyah.
Menguasai beberapa kota di wilayah Bani Abbasiyah sehingga khalifah Al-Mu’tamid
keluar dan memimpin langsung pasukannya. Al-Mukhatarah dikepung dan berhasil
dihancurkan. Pemberontakan berakhir 270 H/883 M. Peperangan menelan korban
hingga 2.500.000 menurut Ibnu Thaba Thaba al-Fajhri, dan 1.500.000 menurut Imam
as-Suyuthi.
2. Gerakan Qaramithah (277-470 H/890-1077)
Sekte beraliran kebatinan. Menurut mereka tidak seorang pun yang mengetahui
yang batin ini kecuali Imam dari anak keturunan Ali. Mazhab batiniah ini
berakar pada pemikiran Persia yang sesat. Menyeru pada syiah Ismailiyah pada
awalnya, namun kemudian menyerukan pada diri sendiri. Didirikan oleh Hamdan
ibnul-Asy’ats yang bergelar Qarmath yang belajar kepada Husen al-Ahwazi.
Khalifah Bani Abbasiyah Al-Mu’tadhid berhasil mengalahkan mereka di Irak,
Suriah dan terakhir di Bahrain. Namun tahun 317 H gerakan ini menyerang Mekah dan
Madinah. Sulaiman ,pemimpin Qaramithah (kota Ihsa’), menyerang pada musim haji
dan melakukan pembantaian, jasad korban pembantaian dimasukkan kedalam sumur
Zamzam. Dan Hajar Aswad dibawa ke kota Ihsa’ selama dua puluh tahun.
3. Dominasi
negeri-negeri Syiah.
Masa ini memiliki ciri utama yakni
dominasi kalangan Syiah terhadap kawasan yang dmikian luas, permerintahan
Buwaihidis (Irak, Persia, Ray, Karj dan Ahwaz), Ubaidiyah/Fathi-miyah (Maghrib
dan Mesir) dan pemerintahan Hamadaniyah (Mosul dan Syam), Qaramithah (Bahrain)
dan Samaniyah (Asia Tengah).
4. Perebutan
Kekuasaan
Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah
perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini terjadi bahkan sejak masa
sebelumnya. Tapi yang terjadi pada masa Bani Abbas berbeda dengan sebelumnya.
Nabi Muhammad memang tidak menentukan cara pergantian pimpinan setelah
ditinggalkannya. Dimulai dengan pemberontakan pada masa Ali bin Abi Thalib.
Tujuan pemberontakan-pemberontakan ini adalah menjatuhkan ali sebagai khalifah.
Berdirinya Bani Abbasiyah memang tidak terlepas dari pemberontakan terhadap
Bani Umayyah di Damaskus.
Pada masa awal pemerintahan Bani Abbasiyah, perebutan kekuasaan sering
terjadi. Namun pada masa periode kedua, para khalifah semakin tidak berdaya
dalam menghadapi pemberontakan. Terlebih ketika tentara Turki berhasil merebut
kekuasaan Bani Abbas, secara tidak langsung daulat Abbasiyah berada di bawah
kekuasaan Bani Buwaih. Pada masa ini khalifah Abbasiyah tinggal namanya saja.
Kekuasaan ini tidak berlangsung lama, Bani Buwaih snediri hancur akibat
perebutan kekuasaan akibat perebutan kekuasaan oleh ketiga anak pendiri Bani
Buwaih (Izz Al-Daulah Bakhtiar dengan Adhad Al-Daulah). Dan kemudian terjadi
pertentangan di dalam militer Bani Buwaih itu sendiri.
Kemudian Bani Buwaih digantikan oleh Seljuk dan sebagai tanda awal periode
keempat khilafah Abbasiyah. Pemimpinnya yang pertama adalah Thugrul Bek.
Dinasti Seljuk menggantikan posisi Bani Buwaih. Dalam hal agama, kembali dari
ajaran Syiah ke Sunni.
Dalam kepemimpinan Seljuk ini, Abbasiyah mencapai puncaknya lagi. Dengan
penguasaan wilayah yang luas kembali dan banyak negara yang pada awalnya
memisahkan diri ditaklukan kembali. Terdapat peristiwa perang Manzikert sebagai
titik awal perang salib dan awal dari Turkification (penyatuan Turki)
Namun, pada akhirnya dinasti Seljuk yang menguasai Bani Abbasiyah ini
ditaklukan oleh Khawarim dari Persia. Jadi setidaknya ada empat penguasa
(dinasti) yang menguasai Bani Abbasiyah. Yaitu Bani Abbasiyah itu sendiri,
Bangsa Turki, bangsa Buwaih dan bangsa Seljuk.
2. Wilayah-wilayah
yang Melepaskan Diri dari Kekuasaan Bani Abbasiyah.
a.
Yang
berbangsa Persia
1.
Thahiriyah
di Khurasan (205-259 H/820-872 M)
Al-Makmun mengangkat panglimanya
al-Muzhaffar Thahir ibnul-Husain sebagai Gubernur Khurasan. Pemerintahan
kemudian dilanjutkan oleh anak-anaknya dan memerintah secara mandiri dan
menyatakan melepaskan diri dan melakukan pemberontakan terhadap khalifah.
2.
Shafariyah
di Fars (254-290 H/868-901 M)
Berdiri menggantikan Thahiriyah
setelah Ya’qub ash-Shafar mengalahkan Thahiriyah. Pada pemerintahannya dia
meluaskan wilayahnya. Dia melakukan penaklukan karena melihat merosotnya
kekuatan bani Abbasiyah. Diserang oleh panglima Al-Muwaffiq dari khalifah
Al-Mu’tamid. Setelah meninggal akibat sakit gangguan jiwa dia digantikan
saudaranya. Namun usaha perluasan saudaranya mengalami kegagalan sehingga
dikalahkan oleh Samaniyun.
3.
Samaniyah
di Transoxania (261-3899 H/873-998 M)
Berasal dari kaum syiah yang
menisbatkan diri kepada seorang Persia bernama Saman yang sebelum muslim
beragama Majusi. Digantikan oleh anaknya. Anak-anaknya menjadi pemimpin
terkemuka pada masa pemerintahan al-Makmun.
Nashr yang menggantikan ayahnya, Ahmad,
diangkat oleh Khalifah Al-Mu’tamid. Dia menjadikan Samarkand sebagai ibukota
dan memberikan Bukhara kepada Ismail saudaranya. Nashr digantikan oleh Ismail.
Pada masa Ismail inilah Samaniyah
mencapai puncaknya. Mengalahkan Shafariyah dan menjatuhkan Zaidiyah. Pada akhir
masanya, diperebutkan oleh Ghaznawi, Turki dan Khaqoniyah.
4.
Sajiyyah
di Azerbaijan (351-585 H/962-1189 M)
5.
Buwaihiyyah
(230-447 H/932-1055 M)
Pemerintahan Buwaihiyyah didirikan
oleh Buwaih bin Syuja’. Anak-anaknya menjadi panglima Makan bin Kali. Anaknya Ali, memerangi Mardawij. Sehingga
Buwaih memiliki kekuasaan cukup luas. Mereka meminta pengakuan kepada Khalifah
Bani Abbas. Kemudian mereka memiliki pengaruh besar terhadap khalifah Bani
Abbas. Mereka yang mengangkat dan memberhentikan khalifah.
Anak-anak dari Buwaih bin
Syuja’terkenal. Sehingga ketika Buwaih bin Syuja’ meninggal mereka saling
bertikai memperebutkan kekuasaan. Pemimpin terakhir Buwaihiyyah adalah al-Malik
ar-Rahim. Dia diserang oleh Seljuk dan kemudian berakhirlah Buwaihiyyah.
b.
Yang
berbangsa Turki
1.
Thuluniyah di Mesir (254-292 H/837-903 M)
Pada awalnya pemerintahan khalifah
Abbas mengangkat seorang Gubernur asal Turki untuk Mesir. Dengan kuasa Gubernur
dia mengangkat Ahmad bin Thulun seorang budak menjadi kepala pengawal Khalifah
al-Makmun.
Ahmad Thulun ini memisahkan diri di
Mesir dan membangun pasukan besar. Sehingga berhasil merebut beberapa wilayah
Romawi di Utara. Digantikan oleh anaknya Khumariyah yang sering bertikai dengan
khalifah Abbas Al-Mu’tamid. Diadakan kesepakatan damai dan Al-Mu’tamid meniikah
dengan putri Khumariyah. Sepeninggal Khamuriyah, terjadi anarkisme dan
pemerintahan ini runtuh.
2.
Ikhsyidiyah
di Turkistan (320-560 H/932-1163 M)
3.
Ghaznawiyah
di Afghanistan (351-585 H/962-1189 M)
Alibtakin adalah mantan seorang
budak yang kemudian menjadi penguasa kota Herat dan Ghaznah. Dia mendirikan
pemerintahan yang wilayahnya meliputi Khurasan dan India. Digantikan oleh
anaknya Mahmud al-Ghaznawi (Ismail). Pemimpin terbesar dari Ghaznawiyah.
Terkenal sebagai penguasa yang adil dan sangat cinta dan menghormati ilmu
pengetahuan. Ketika wafat, terjadi perebutan kekuasaan antara anaknya Mas’ud
dan Muhammad. Dimana yang berhak mewarisi tahta adalah Muhammad. Dihancurkan
oleh Seljuk.
4.
Seljuk
Berasal dari Turki dan menisbatkan
diri dari Saljuk bin Taqaq. Orang-orang Samaniyun meminta bantuannya dalam
memerangi Kaum Kafir Turki. Dia mengirimkan anaknya Arselan dan Mikail bin
Arselan. Mikail digantikan anaknya yang bernama Tughril Beik dan Daud Beik.
Tughril Beik berhasil mengatasi gerakan Albasasiri atas permintaan khalifah
Al-Qaim. Wilayah Seljuk dibagi menjadi lima wilayah. Di pemerintahan Alib
Arselan, terjadi perang Maladzkird. Keruntuhannya terjadi akibat perang salib
dan pemberontakan Hasyasyin.
c.
Yang
berbangsa Kurdi
1.
Al-Barzuqani
(348-406 H/959-1015 M)
2.
Abu
Ali (380-489 H/990-1095 M)
3.
Ayubiyah
(564-648 H/1167-1250 M)
Berasal dari keturuna Kurdi dan
Azerbaijan. Pendirinya adalah Shalahuddin Yusuf bin Ayyub. Ayahnya, Najmuddin
Ayyub merupakan Gubernur Tikrit. Najmuddin dan saudaranya Asaduddin menjadi
panglima Nuruddin Mahmud Zinki.
Asaduddin digantikan oleh
keponakannya Salahuddin. Dia menjadi menteri untuk khalifah al-‘Adhid yang
menganut Syiah dan wakil dari Nuruddin Mahmud yang beraliran Sunni. Kemudian melepaskan
diri dan menguasai Mesir setelah Nuruddin meninggal. Dia mengambil Damaskus dan
sebagian besar Syam.
Dia berhasil
menyatukan Islam yang sebelumnya terpecah. Dia berhasil mengalahkan pasukan
salib dalam perang Hiththin. Dan merebut Baitul Maqdis. Akhir pemerintahan
Ayyubiyah adalah munculnya Mamluk.
d.
Yang
berbangsa Arab
1.
Idrisiyah
di Maroko (172-375 H/788-985 M)
Setelah pemerintahan Bani Abbasiyah
menghancurkan kaum Alawiyin dalam perang Fakh tahun 169 H/785 M, Idris bin
Abdullah ibnul-Hasan bin Ali bin Abu Thalib dengan bantuan kaum Barbar
melarikan diri dan mendirikan pemerintahannya di Marakisy. Dia membangun kota
Fas. Kemudian Idrisiyah (Adarisah) ini dihancurlkan oleh Fathimiyah.
2.
Aghlabiyyah
di Tunisia (184-289 H/800-900 M)
Harun ar-Rasyid mengangkat Ibrahim
ibnul-Aghlab menjadi gubernur Afrika karena rasa khawatirnya akan orang Barbar
dan (Idrisiyah) Adarisah. Kemudian melepaskan diri dari bani Abbasiyah dan
dibiarkan. Pemerintahan Adarisah ini dihancurkan oleh Ubaidiyah.
3.
Dulafiyah
di Kurdistan (210-285 H/825-898 M)
4.
Alawiyah
di Tabaristan (250-316 H/864-928 M)
5.
Hamdaniyah
di Aleppo dan Maushil (317-394 H/929-1002 M)
Menisbatkan iri kepada Hamdan bin
Hamdun dari kabilah Arab Taghlib. Anaknya bernama al-Husein bin Hamdan
Bahrawaih diangkat oleh khalifah al-Muqtadir sebagai penguasan Maushil
(Mushol). Pernah dikuasai oleh Buwaih (Mu’izzud Dawlah al-Buwaih). Pernah
dikuasai oleh Kurdi dan akhirnya runtuh karena diserang oleh Fathimiyah.
6.
Mazyadiyyah
di Hillah (403-545 H/1011-1150 M)
7.
Ukailiyah
di Maushil (386-489 H/996-1095 M)
8.
Mirdasiyyah
di Aleppo (414-472 H/1023-1079 M)
e.
Yang
mengaku dirinya sebagai Khilafah
1.
Umayyah
di Spanyol
Didirikan oleh Abdur Rahman
ad-Dakhil bin Muawiyah bin Hisyam bin Abdul Malik al-Umawi. Melarikan diri dari
melarikan diri dari kejaran Bani Abbasiyah setelah runtuhnya Bani Umayyah di
Damaskus. Memenangkan pertempuran dengan Yusuf di Cordoba dikenal dengan perang
Masharah. Karena keberhasilannya, dia berpikir untuk mengambil Syam dari Bani
Abbasiyah. Namun tidak berhasil. Pada masa pemerintahan Abdur Rahman al-Nashir
ш, dia berhasil menaklukan kerajaan-kerajaan Kristen dan berhasil mencapai
kemenangan yang besar.
Abdur Rahman beberapa kali memimpin
serangan langsung dalam menghadapi orang-orangh Kristen. Dia kalah dalam dalam
perang parit tahun 308 H/920 M. Pada masanya, Andalusia berada pada puncak
kejayaannya.
2.
Fathimiyah
di Mesir
Berasal dari golongan Syiah Rafidhah
yang mengaku keturunan Fathimah az-Zahra. Ada yang meyakini mereka berasal dari
golongan yang menisbatkan dirinya kepada Ismail bin Ja’far ash-Shadiq oleh
karenanya sering disebut Ismailiyah.
Pendiri pemerintahan adalah
Ubaidilag bin Muhammad al-Mahdi, dan kepadanya pemerintahan ini dinisbatkan.
Ubaidilah berhasil mengatasi beberapa pemberontakan dan berhasil memperluaskan
wilayahnya hingga Maghrib.dia berhasil menjatuhkan pemerintahan Aghalibah dan
membuat pemimpin Sajalmasah melarikan diri. Keluarga dari Rustum dan Adarisah
juga berhasil dihancurkan. Wilayah Afrika Utara menjadi kekuasaannya dan
Qayrawan sebagai pusat pemerintahan.
Tahun 358 H/968 M, panglima
Ubaidilah berhasil melakukan perbaikan di Mesir dan mendirikan Universitas
Al-Azhar di Kairo. Setelah itu Khalifah Fathimi al-Mu’iz Lidinillah memindahkan
ibu kota ke Kairo. Pemerintahan Fathimi kemudian ditaklukan oleh Salahuddin Al
Ayyubi.
Penutup
Kesimpulan
1.
Penyebab
disintegrasi dinasti Bani Abbasiyah
a.
Menurut
W. Montgomerry Watt dalam Samsul Munir Amin (2009:155) kemunduran Bani
Abbasiyah terjadi karena:
1.
Luasnya
wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dan daerah sulit
dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para
penguasa dan pelaksanan pemerintahan sangat randah
2.
Dengan
profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka
sangat tinggi.
3.
Keuangan
negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat
besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa
pengiriman pajak ke Baghdad.
b.
Menurut
Badri Yatim kemunduran Bani Abbasiyah terjadi karena:
1.
Persaingan
antar bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan
orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua
golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas.
Setelah Dinasti Abbasiyah berdiri, Bani Abbasiyah tetap mempertahankan
persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antarbangsa menjadi pemicu untuk
saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan
sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.
2.
Kemerosotan
ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan
dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani
Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar
daripada yang keluar, sehingga baitul mal penuh dengan harta. Setelah khilafah
mengalami periode kemunduran, pendapatn negara menurun dan dengan demikian
terjadi kemerosotan dalam bidang ekonomi.
3.
Konflik
keagamaan.
Fanatisme keagamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan. Pada periode
Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentral sehingga
mengakibatkan perpecahan. Berbagai aliran seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Ahlus
Sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah
mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
Penyebab khusus yang lebih kasuistik menurut Fadil (2008: 219), “(1) secara
geografis, jarak antara pemerintah pusat dengan wilayah yang sangat jauh; (2)
Secara politis, para gubernur (wali) menghendaki otonomi kekuasaan; (3) Secara
Ideologis, terdapat pertentangan faham antara Baghdad yang Sunni dengan
beberapa wilayah yang Syiah.”
Pada dasarnya disintegrasi pada masa Bani Abbasiyah terjadi karena
kemerosotan khalifah dalam bidang politik dan ekonomi. Para khalifah ini
kemudian berpindah kekuasaannya dari Abbasiyah menuju Tentara Turki (Buwaih)
karena ketidakcakapan dalam militer. Sehingga pengaruh Buwaih terasa dalam
pemilihan Khalifah.
Wilayah-wilayah yang tidak mendapat perhatian khusus di bidang agama,
bangsanya kemudian melepaskan diri dari kekuasaan Bani Abbasiyah karena
mengetahui kemerosotan politik dari Abbasiyah itu sendiri.
Ketika wibawa dari khalifah sudah mulai turun, pemimpin-pemimpin militernya
melepaskan diri dari Baghdad, mereka bukan saja menggerogoti kekuasaan
khalifah, tetapi beberapa di antaranya bahkan berusah menguasai khalifah itu
sendiri.
2.
Wilayah-wilayah
yang melepaskan diri dari Bani Abbasiyah.
a.
Yang
berbangsa Persia
1.
Thahiriyah
di Khurasan (205-259 H/820-872 M)
2.
Shafariyah
di Fars (254-290 H/868-901 M)
3.
Samaniyah
di Transoxania (261-3899 H/873-998 M)
4.
Sajiyyah
di Azerbaijan (351-585 H/962-1189 M)
5.
Buwaihiyyah
(230-447 H/932-1055 M)
b.
Yang
berbangsa Turki
1.
Thuluniyah di Mesir (254-292 H/837-903 M)
2.
Ikhsyidiyah
di Turkistan (320-560 H/932-1163 M)
3.
Ghaznawiyah
di Afghanistan (351-585 H/962-1189 M)
4.
Seljuk
c.
Yang
berbangsa Kurdi
1.
Al-Barzuqani
(348-406 H/959-1015 M)
2.
Abu
Ali (380-489 H/990-1095 M)
3.
Ayyubiyah
(564-648 H/1167-1250 M)
d.
Yang
berbangsa Arab
1.
Idrisiyah
di Maroko (172-375 H/788-985 M)
2.
Aghlabiyyah
di Tunisia (184-289 H/800-900 M)
3.
Dulafiyah
di Kurdistan (210-285 H/825-898 M)
4.
Alawiyah
di Tabaristan (250-316 H/864-928 M)
5.
Hamdaniyah
di Aleppo dan Maushil (317-394 H/929-1002 M)
6.
Mazyadiyyah
di Hillah (403-545 H/1011-1150 M)
7.
Ukailiyah
di Maushil (386-489 H/996-1095 M)
8.
Mirdasiyyah
di Aleppo (414-472 H/1023-1079 M)
e.
Yang
mengaku Khalifah
1.
Umayyah
di Andalusia
2.
Fathimiyah
di Mesir
DAFTAR RUJUKAN
Ahmad Al-‘Usairy. 2013. Sejarah Islam
(Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX). Jakarta: Akbar Media.
Badri
Yatim. 2004. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Fadil
SJ. 2008. Pasang Surut Peradabn Islam
Dalam Lintasan Sejarah. Malang: UIN Malang-Press
Muhaimin.
2005. Kawasan Dan Wawasan Studi Islam.
Jakarta: Prenada Media.
Samsul
Munir Amin. 2009. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: AMZAH.
http://semuaceritavipdomino.blogspot.com/2017/11/iphone-x-versi-murah-meluncur-tahun.html
BalasHapushttp://semuaceritavipdomino.blogspot.com/2017/11/ini-dua-nama-kandidat-ketum-golkar-bila.html
http://semuaceritavipdomino.blogspot.com/2017/11/saham-amazon-naik-kekayaan-jeff-bezos.html
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At Dominovip.com ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : D8809B07 / 2B8EC0D2
- Skype : Vip_Domino
- WHATSAPP : +62813-2938-6562
- LINE : DOMINO1945.COM
- No Hp : +855-8173-4523
Sangat membantu😁
BalasHapusTrmksih