Pencarian

Sabtu, 24 Januari 2015

SEJARAH INDONESIA KUNO "BIROKRASI PAKWAN PAJAJARAN"



STRUKTUR BIROKRASI

Pajajaran adalah sebuah pusat kerajaan, hampir semua bukti yang ada menunjuk  Pajajaran sebagai pusat kerajaan, lengkapnya Pakwan Pajajaran (prasasti Kebantenan dan Batutulis). Yang menyebut Pajajaran sebagai nama kerajaan hanyalah carita pantun yang bernilai sastra.
Sumber-sumber asing juga tidak pernah menyebut adanya kerajaan Pajajaran. Tome Pires menyebutkan ada sebuah Negara Cumda (Sunda) dengan ibu kotanya bernama Dayo (Dayeuh). Dalam bukunya Da Asia, Barros, menyebut bahwa daerah Sunda terbentang antara ujung Jawa Barat sampai dengan sungai Cimanuk. Barbosa mengatakan bahwa Qumda (Sunda) adalah suatu tempat yang kecil saja di mana banyak terdapat lada.
Dari berita Cina, Cheng-ho, mengunjungi Negara di sebelah selatan Cina dan salah satu yang pernah dikunjunginya bernama Sun-la, kemungkinan besar Sun-la adalah pelafalan Cina untuk Sunda.
Dari dalam negeri, dalam Carita Parahyangan menyebutkan adanya seorang Tohaan di Sunda (Yang Dipertuan di Sunda) sebagai mertua Rahyang Sanjaya. Dalam Naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian menyebutkan “… kita pergi ke Jawa, tidak bisa mengikuti bahasa mereka, demikian juga adatnya, canggunglah perasaan kita. Setelah kembali lagi ke Sunda tidak dapat berbicara bahasa Jawa, seperti yang bukan pulang dari rantau…”
Kitab Pararaton juga menyebutkan Sunda sebagai daerah ,” … lalu terjadilah peristiwa Sunda-Bubat. Bhre Prabhu menginginkan putri dari Sunda. Patih Madu diutus untuk mengundang orang Sunda. (karena) baiklah seandainya orang Sunda dijadikan besan…”. Bahkan, ada sebuah naskah lain yang menggunakan Sunda sebagai namanya, yaitu Kidung Sundayana.
Selain bukti-bukti tersebut, beberapa bukti prasasti menyebut nama Sunda sebagai sebuah nama kerajaan yaitu Prahajyan Sunda. Isinya yaitu, Sri Jayabhupati menyebut dirinya sebagai haji ri sunda (raja dari Sunda). Ada sebuah prasasti lagi yang diketemukan di Kediri Selatan (Horren) yang menyebut tentang adanya penyerangan dari Sunda.
Tome Pires menyebutkan, kerajaan Sunda dipimpin oleh seorang raja. Selain raja pusat, didaerah-daerah tertentu dijumpai raja yang berkuasa didaerah masing-masing. Hak waris takhta diturunkan kepada anaknya, tetapi jika raja tidak punya anak, yang menggantikannya adalah raja daerah yang memiliki kekuasaan terbesar.
Kerajaan Sunda memiliki enam pelabuhan yang penting (Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Kalapa, dan Cimanuk) dan masing-masing pelabuhan dipimpin oleh syahbandar atau nakhoda. Tugas nakhoda adalah bertanggung jawab kepada raja dan bertindak sesuai wakil raja di bandar-bandar  yang mereka kuasai.
Sanghyang Siksakanda ng Karesian memberikan penjelasan lebih. “
… nihan sinangguh dasa prebakti ngaranya. Anak bakti di bapa, ewe bakti di laki, hulun bakti di pacandaan, sisya bakti di guru, wong tani bakti di wado, wado bakti di mantra, mantra bakti di nu nangganan, nu nangganan bakti di mangkubumi, mangkubumi bakti di ratu, ratu bakti di dewata, dewata bakti di hyang…” . inilah peringatan yang disebut sepuluh kebhaktian : anak bakti kepada bapa, istri bakti kepada suami, rakyat bakti kepada majikan, murid bakti kepada guru, petani bakti kepada wado, wado bakti kepada mantri, mantri bakti kepada nu nangganan, nu nangganan bakti kepada mangkubumi, mangkubumi bakti kepada raja, raja bakti kepada dewata, dewata bakti kepada hyang.
            Dari Siksakanda ng Karesian, bisa dikatakan seperti ini. Dalam pelaksanaan tugas harian raja dibantu oleh mangkubumi yang membawahi beberapa nu nangganan. Raja digantikan oleh anaknya, akan tetapi apabila raja  tidak memiliki anak, raja daerah bisa menggantikan kedudukan raja yang bertakhta di pakwan Pajajaran. Untuk mengurusi masalah yang berhubungan langsung dengan perdagangan, raja menunjuk seorang syahbandar sebagai pengawas dipelabuhan.
            Menurut Tome Pires, ibu kota Sunda yang berada di Dayo itu berjarak dua hari dari bandar Kalapa. Kotanya besar dengan penduduk sekitar 50.000 jiwa. Rumah dikota sangat baik terbuat dari kayu dengan atap terbuat dari daun palem. Raja tinggal diistana yang memiliki 330 buah tiang kayu yang masing-masing sebesar peti anggur. Sedangkan tingginya 5 fathom atau kira-kira 9 ,14 meter (1 fathom = 1,828 meter).
            Winkler, pada tahun 1960 berkunjung ke kota Dayo. Ia mengatakan bahwa ibu kota Pakwan Pajajaran terletak diantara 2 buah sungai besar yang sejajar. Jadi pada abad XVII M, Pakwan juga dikenal sebagai ibu kota kerajaan atau pusat kerajaan, dan bukan nama kerajaan itu sendiri. Hal ini ditunjang oleh beberapa prasasti.
            Prasasti Batutulis, menyebutkan bahwa Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di pakwan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata, ia itulah yang memariti Pakwan. Prasasti Kebantenan Ц dan Ш berisi tentang “… selamat mudah- mudahan tidak ada rintangan. Demikianlah sakakala (tanda peringatan) Rahyang Niskala Wastu Kancana. Turun kepada Rahyang Ningrat Kancana, pendahulu Yang Dipertuan yang sekarang (berada) di Pakwan Pajajaran.
            Prasasti Kebantenan I/IV “… maafkanlah, ini amanat dari Sri Baduga Maharaja, Ratu Haji di Pakwan, Sri Sang Ratu Dewata”. Selanjutnya pada prasasti Kebantenan V “… ini adalah amanat bagi mereka yang menghadap di Pajajaran”.
            Prasasti lain yang menyebut Pakwan adalah prasasti Huludayeuh yang juga dikeluarkan oleh raja Surawisesa. “…Ratu Purana (Sri Baduga) Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan. Ia sang Dewata.”.
            Dan cerita Parahyangan dan Fragmen Carita Parahyangan juga bertalian dengan Pakwan Pajajaran.
            Dari kutipan diatas, jelaslah bahwa Pakwan Pajajaran adalah sebuah ibu kota kerajaan dan bukan nama kerajaan itu sendiri. Meskipun, banyak kerajaan yang menggunakan nama ibu kotanya sebagai nama kerajaan.
            Arti Pakwan Pajajaran. Pendapat pertama yaitu pakwan = paku(tumbuhan paku) dan pajajaran = berjajar. Sehingga Pakwan Pajajaran adalah tempat dimana banyak tumbuhan paku berjajar. Pendapat kedua yang mencoba menghubungkan Pakwan dengan Pakuwan dan Kuwu yang terdapat dalam kitab Negarakertagama. Pendapat ketiga adalah kata paku dihubungkan dengan lingga kerajaan, paku dalam pengertian lingga adalah pusat atau poros kerajaan.
            Pakwan Pajajaran didirikan oleh Prabu Tarusbawa yang disesuaikan dengan tokoh Tohaan dalam Carita Parahyangan. Ia juga dianggap sebagi pendiri keraton Pakwan Pajajaran yang bernama Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Dan nama keraton kerajaan Kawali adalah Surawisesa, dan unsur sura merupakan keraton induk.
            Oleh karena itu, keraton Pakwan Pajajaran dianggap sebagai Panca Persada ( lima buah bangunan ). Suradipati sebagai pusatnya. Kelima keraton inilah yang disebut dalam Carita Parahyangan. Kelima keraton ini disebut sebagai persemayaman Sanghyang Sri Ratu Dewata atau yang disebut Sri Baduga Maharaja (Batutulis).

Galih Yoga Wahyu Kuncoro
130731615690
Referensi :
R. P. Soejono. 1984. Sejarah Nasional Indonesia Ц. Jakarta: PT Balai Pustaka
.2007. Sejarah Nasional Indonesia  Ц. Jakarta: PT Balai Pustaka




Tidak ada komentar:

Posting Komentar